Pelatihan Forecasting
Pusat Pelatihan, Konsultasi dan Riset dengan Metode Forecasting
Minggu, 11 Februari 2018
Rabu, 09 Agustus 2017
Kamis, 13 April 2017
Selasa, 21 Februari 2017
Prediksi Penghimpunan Zakat di Indonesia
Diskusi
tentang potensi himpunan zakat di negara dengan mayoritas muslim terbesar ini
selalu menjadi perbincangan menarik. Paling tidak dikalangan para pegiat
ekonomi keuangan syariah. Mengapa tidak. Karena dana zakat yang berhasil
dihimpun, realitanya masih jauh panggang dari api. Dari potensi yang konon
hingga Rp 274 triliun pada 2015, berdasarkan data Baznas hanya Rp 3,6 triliun
saja yang berhasil dihimpun. Atau setara hanya 1,3% saja.
Memang, ada perbedaan versi hitungan, baik potensi zakat maupun dana zakat yang berhasil dihimpun. Mulai versi Baznas, Kementerian Agama dibawah Direktorat Pemberdayaan Zakat, FOZ (Forum Zakat) hingga hasil penelitian lembaga akademis seperti PEBS FEUI, FEM IPB dan PIRAC.
Sebagai amsal, dana himpunan zakat yang menurut Baznas adalah Rp 3,6 triliun pada akhir tahun lalu, menurut Direktorat Pemberdayaan Zakat Kemenag justru telah mencapai Rp 4,2 triliun. Belum lagi hitungan potensi yang berbeda antara PEBS, FEM IPB dan PIRAC. Berapapun, yang sesungguhnya menjadi PR besar adalah mengapa realisasi masih sangat jauh dari potensi. Hal itu yang perlu dicari jawabannya.
Kali ini, SMART tertarik mencoba menghitung/memprediksi dana zakat yang terhimpun pada 2016 ini. Juga 5 hingga 10 tahun ke depan berdasarkan data time series sejak 2002 hingga 2015. Hasilnya dapat terlihat pada gambar.
Ada 3 skema hitungan: pesimis, moderat dan optimis. Dalam skema pesimis, dana zakat yang berhasil dihimpun hingga akhir 2016 adalah dibawah Rp 3,6 triliun (menggunakan trend analysis). Tentu saja hal ini sangat tidak diharapkan. Skema kedua, menggunakan pendekatan exponential smoothing dengan trend (alpha 0.5, beta 0,5). Dana zakat yang berhasil dihimpun hingga akhir 2016 adalah sekitar Rp 3,84 triliun atau meningkat 0,2 triliun dari data 2015. Ini adalah hitungan moderat.
Lalu bagaimana hitungan optimis? Dengan menggunakan pendekatan exponential smoothing with trend (alpha 0.7, beta 0,7), dana zakat yang berhasil dihimpun oleh seluruh lembaga zakat hingga akhir 2016 adalah sekitar Rp 4,03 triliun atau meningkat sekitar 0,4 triliun dari data 2015.
Selanjutnya, untuk memprediksi 5-10 tahun ke depan, penelitian ini menggunakan pendekatan 'multiplicative decomposition'. Hasilnya, 5 tahun kemudian atau 2021, zakat yang berhasil dihimpun adalah hanya sekitar Rp 4,71 triliun. Sementara pada 2026 atau 10 tahun mendatang hanya Rp 6,28 triliun. Prediksi ini adalah hitungan 'organik', dimana berasumsi tidak ada effort luar biasa dari pemerintah maupun para stakeholder zakat dalam strategi pengembangan zakat nasional.
So, mari kita mulai selesaikan PR-PR yang tidak sedikit terkait problematika zakat yang kita hadapi. PR tentang: mengapa potensi zakat yang luar biasa besar itu, dalam realisasinya hanya 1,3% saja. Anyway, apakah Anda sudah bayar zakat?
Prediksi Tingkat Efisiensi Perbankan
Pengukuran efisiensi sangat diperlukan dalam kerangka
maksimisasi output dan minimisasi input. Apalagi bank syariah di Indonesia yang
harus berhadapan dengan bank konvensional yang sudah lebih dahulu "makan
asam garam" industri ini.
Riset pengukuran efisiensi perbankan, didominasi oleh
pendekatan nonparametrik DEA, dibanding parametrik. Namun riset efisiensi DEA
masih tidak begitu banyak variasi dari sisi analisis. Padahal, banyak sekali
'angle' analisis yang dapat dilakukan melalui metode yang pertama dikembangan
Charnes Cooper dan Rhodes ini.
Sebut saja beberapa analisis minorstream DEA antara lain:
Super efisiensi, Slack based Measure (SBM) Model, analisis sensitivitas DEA,
window analysis, dan banyak lagi. Salah satu yang jarang digunakan adalah
penggunaan DEA untuk prediksi efisiensi. SMART sebagai lembaga yang fokus riset
ekonomi keuangan syariah, mencoba mengaplikasikannya.
Data yang digunakan adalah seluruh Bank Umum Syariah periode
2011-2014 berjumlah 11 bank. Data variabel input dan output didapat dari
laporan neraca dan laba rugi masing-masing bank. Sebagai variabel input adalah
Dana Pihak Ketiga (X1) dan Biaya Personalia (X2) dan Biaya Administrasi (X3).
Sementara itu untuk variabel output yaitu Total Pembiayaan (Y1) dan Pendapatan
Operasional (X2).
Tahap pertama, dilakukan lebih dahulu forecast terhadap
variabel-variabel di atas dengan 2 skema: lower dan upper. Lower untuk proyeksi
pesimis dan upper untuk optimis. Setelah didapat, hasil forecast kemudian
kembali diolah dengan DEA. Sehingga menunjukkan 2 hasil prediksi nilai
efisiensi di masa mendatang untuk setiap BUS yang diteliti.
Penelitian-penelitian terkait industri perbankan dan
keuangan syariah harus banyak dilakukan. Jika 10 tahun silam hal ini (baca:
RnD) tidak begitu perlu dilakukan, karena usia bank syariah yang masih
'infant', maka saat ini urgensi riset dalam dunia ekonomi Islam menjadi lebih
penting. Usia hampir 25 tahun terhitung sejak berdirinya bank syariah pertama
tahun 1992 menjadi fakta. Kini, bank syariah sudah mulai memasuki masa
"remaja" dan semestinya lebih dewasa.
Langganan:
Postingan (Atom)